Faktayogyakarta.id, NASIONAL – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan bahwa Program Jaminan Pensiun (JP) memiliki peranan penting dalam menjamin kehidupan layak bagi pekerja saat memasuki usia lanjut, khususnya mereka yang termasuk dalam kategori pekerja rentan.
“Program Jaminan Pensiun memiliki peranan vital dalam kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk menjamin derajat dan penghidupan yang layak pekerja di masa tua,” ujar Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Decky Haedar Ulum, di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Decky menambahkan, Kemnaker terus mendorong pemberi kerja agar patuh terhadap aturan dengan mendaftarkan pekerjanya dalam program tersebut. Namun, masih terdapat sejumlah tantangan dalam pelaksanaannya.
Kepesertaan Masih Terbatas
Saat ini, kepesertaan Program Jaminan Pensiun masih terbatas hanya pada perusahaan berskala menengah dan besar. Sementara itu, perusahaan kecil bersifat sukarela dan pekerja bukan penerima upah belum dapat mengakses program ini.
“Banyak pemberi kerja skala menengah dan besar yang belum mendaftarkan pekerjanya karena belum memahami pentingnya perlindungan hari tua. Bahkan ada yang menganggap iuran pensiun sebagai beban,” jelas Decky.
Kondisi ini mengakibatkan perlindungan sosial yang diterima pekerja menjadi tidak menyeluruh. Selain itu, mayoritas pekerja rentan yang tidak menerima upah tetap pun belum memiliki akses terhadap program ini.
Meski mereka bisa mendaftar secara sukarela melalui Program Jaminan Hari Tua (JHT), berbeda dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) yang bersifat wajib, tingkat partisipasinya masih rendah.
“Oleh karena itu, perlu upaya literasi yang masif dan berkelanjutan agar pekerja paham pentingnya perencanaan hari tua,” tambahnya. Menurutnya, upaya ini tidak bisa hanya dilakukan Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan, tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan di pusat dan daerah.
Dorongan Inklusi dan Revisi Regulasi
Dalam kesempatan terpisah, Deputi Direktur The PRAKARSA, Victoria Fanggidae, juga menekankan pentingnya Jaminan Pensiun sebagai jaminan hidup layak di usia lanjut.
“Banyak pekerja yang tidak memiliki tabungan atau aset, sehingga setelah pensiun, mereka menjadi bergantung pada anak atau keluarga, dan ini meningkatkan risiko kemiskinan di hari tua,” ucapnya.
Victoria menyayangkan bahwa program JP masih belum inklusif karena hanya menyasar pekerja formal penerima upah. Padahal, lebih dari setengah angkatan kerja Indonesia merupakan pekerja informal.
“Masalah legalitas perlu disesuaikan. Apakah melalui revisi UU Nomor 40/2004 tentang SJSN atau PP Nomor 45/2015 tentang Penyelenggaraan JP, agar pekerja non-PPU juga bisa ikut serta secara legal,” jelas Victoria.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan skema bantuan iuran (PBI) untuk Program Jaminan Pensiun, seperti dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan begitu, pekerja yang berpenghasilan rendah tetap bisa memperoleh perlindungan di masa tua.
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan hingga Mei 2025, tercatat 15.067.370 pekerja/buruh yang telah menjadi peserta Program Jaminan Pensiun. Program ini resmi berusia satu dekade pada 1 Juli 2025 dan bertujuan memberikan perlindungan finansial yang layak bagi para pekerja setelah pensiun.