Sleman  

Bupati Sleman: Wajib Belajar Gratis Berat Jika Daerah Harus Biayai Sekolah Swasta

Bupati sleman
Bupati Sleman Harda Kiswaya

FaktaYogyakarta.id, SLEMAN – Bupati Sleman, Harda Kiswaya, menyampaikan kekhawatirannya terkait potensi beban keuangan daerah pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai wajib belajar gratis yang mencakup sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), baik negeri maupun swasta. Menurutnya, bila pemerintah daerah diwajibkan menanggung seluruh pembiayaan sekolah swasta, hal ini akan sangat memberatkan anggaran daerah.

“Kalau benar-benar gratis, dan uangnya dibebankan ke daerah, ya jelas berat. Pengeluaran untuk SD dan SMP di Sleman sangat besar,” ungkap Harda Kiswaya pada Senin (2/6/2025).

Meski demikian, Harda menyatakan bahwa Pemkab Sleman masih menunggu kejelasan regulasi dari pemerintah pusat terkait pelaksanaan teknis dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. “Iya, kita tunggu regulasi pusat seperti apa. Jangan sampai kebijakan besar ini tidak diikuti dukungan fiskal dari pusat,” tambahnya.

Wajib belajar gratis di Sleman kini menjadi sorotan karena akan menyangkut pembiayaan bagi ratusan sekolah. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Sleman, jumlah SD yang beroperasi di wilayah tersebut mencapai 512 sekolah, terdiri dari 374 SD negeri dan 138 SD swasta. Jumlah SMP yang ada pun tidak sedikit, dengan komposisi serupa antara negeri dan swasta.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Sri Adi Marsanto, mengatakan bahwa tantangan utama berada pada sekolah swasta yang selama ini tidak sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah daerah.

“Sekolah swasta biasanya dikelola yayasan dan sumber pembiayaannya dari masyarakat. Kalau seluruhnya dibebankan ke APBD, perlu perhitungan ulang,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemerintah daerah juga memerlukan panduan teknis dan pembiayaan dari pusat agar prinsip pemerataan pendidikan tetap bisa tercapai tanpa mengorbankan stabilitas fiskal daerah.

Dengan implementasi wajib belajar gratis di Sleman yang masih menunggu kepastian dari pusat, para pemangku kebijakan di daerah berharap adanya sinergi lintas sektor agar hak pendidikan anak-anak tetap terjamin tanpa membebani pemerintah daerah secara sepihak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *